Jumat, 25 November 2011

Cara Allah menjaga Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an surat Al-Hijr, surat ke 15 ayat ke 9, Allah Swt. berfirman:
 
 
 
 
 
innaa nahnu nazzalnaa aldzdzikra wa-innaa lahu lahaafizhuuna 
 
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya
 
Ayat di atas merupakan komitmen dan jaminan dari Allah Swt., bahwa Dia selain menurunkan dan mewahyukan Al-Quran, juga berkomitmen akan menjaga kemurniannya hingga Hari Kiamat.
Salah satu wujud komitmen-Nya, Allah Swt. menciptakan jutaan penghafal Alquran di seluruh dunia. Dengan cara seperti inilah Al-Qur'an tetap terjaga karena Al-Qur'an tersimpan dalam hafalan sebagian umat Islam sehingga seandainya seluruh mushaf Al-Qur'an yang ada di bumi ini hilang atau dibakar maka hal tersebut tidak akan berpengaruh banyak terhadap nasib Al-Qur'an ke depannya.
Itulah cara unik Allah Swt. dalam menjaga Al-Qur'an dengan membuatnya mudah dan bisa dihafalkan, walau oleh anak balita sekalipun.
Salah satu peran penting lainnya yang menjadikan Al-Qur'an tetap terjaga adalah peran yang diemban oleh para guru ngaji/ustadz/kyai. Merekalah yang sedari awal menjadi cahaya yang menuntun umat dalam mengenal Al-Qur'an. Dimulai ketika kita mulai mengenal huruf hijaiyah, kemudian membaca Al-Qur'an, lalu membaca dengan tartil dan fasih, sampai menghafal ayat demi ayat.
Peran guru ngaji/ustadz/kyai dalam mengenalkan umat kepada Al-Qur'an memang sangat vital, karena dari merekalah dimulai estafet dalam memelihara kesucian Al-Qur'an.
Sama halnya dalam pertandingan atletik, maka peran 'pelari pertama' dalam menjaga Al-Qur'an dipegang oleh mereka yang mengajar Al-Qur'an ketika kita masih kecil. Bisa jadi kita dikenalkan membaca Al-Qur'an oleh orang tua kita, atau bisa jadi juga oleh guru ngaji yang ada di sekitar lingkungan kita.
Di tempat saya tinggal, para orang tua banyaknya menitipkan anaknya belajar ngaji kepada guru-guru ngaji yang ada di dekat lingkungan mereka berada. Dan itu sudah dilakukan sejak lama, saya sendiri pun termasuk salah satunya karena sempat numpang ngaji di beberapa guru ngaji ketika masih kecil dulu.
Kemarin malam selepas maghrib terdengar suara gaduh anak-anak kecil di samping rumah saya. Gaduh dengan suara anak kecil sudah bukan hal yang aneh lagi di lingkungan rumah saya, karena di samping rumah itu memang ada pengajian anak-anak dan kebetulan berhubung kemarin sedang ada perlombaan adzan maka terdengarlah kegaduhan yang lebih dibandingkan malam-malam biasanya.
Tetangga rumah saya yang terdiri dari suami isteri ini sudah beberapa tahun terakhir mulai mengajar anak-anak mengaji. Suaminya asli orang Tasik sedangkan isterinya lahir dan besar di kampung saya. Dahulu mereka bertemu ketika isterinya pergi untuk mondok (pesantren) ke Tasik.
Setelah menikah mereka memutuskan untuk tinggal di kampung tempat saya tinggal. Untuk kesehariannya mereka membuka warung kecil-kecilan di komplek sekolahan yang berada tidak jauh dari rumah. Malam harinya mereka gunakan untuk mengajar anak-anak ngaji yang dimulai selepas maghrib.
Karena latar belakang mereka pesantren dari Tasik maka beberapa shalawatan dan 'lagunya' pun mempunyai ciri khas seperti di Tasik, lengkap dengan bahasa sundanya. Hampir setiap malam mereka mengajar ngaji dan seperti sudah menjadi kebiasaan di tempat saya tinggal bahwa banyak guru ngaji yang tidak membebankan anak-anak untuk 'membayar sedekah' rutin. Para guru ngaji di sini nantinya hanya akan menerima sedekah seikhlasnya saja, tidak pernah dipatok berapa dan juga tidak pernah dipatok harus kapan membayar sedekahnya. Boleh jadi mereka akan menerima seminggu sekali, sebulan sekali atau bahkan tidak sama sekali :D. Tapi mereka tidak pernah mempermasalahkan soal bayaran tersebut, mungkin dalam benak mereka cukuplah Allah Swt. yang kelak akan membayar semua jasa-jasa mereka. Paling-paling para guru ngaji di tempat saya tinggal akan rutin mendapatkan jatah zakat fitrah dari anak-anak atau orang tua yang mengaji ke mereka.
Begitu juga dengan tetangga di samping rumah saya, tidak menarik iuran rutin padahal cukup repot juga mengurus anak-anak yang jumlahnya dalam sekali ngaji bisa mencapai belasan itu.
Tetangga saya ini baru mengajar ngaji beberapa tahun terakhir, sebelumnya anak-anak di lingkungan tempat saya tinggal ikut mengaji ke almarhumah ibu saya. Ibu saya sudah mengajar ngaji anak-anak sejak saya masih SD. Dulu pun saya sering membantu beliau mengajar ngaji ketika jumlah anak-anak yang harus diajarnya terlalu banyak. Namun memang beberapa tahun sebelum meninggal, jumlah anak-anak yang mengaji ke rumah saya semakin berkurang.
Yang menjadi unik adalah setelah almarhumah ibu saya mulai tidak aktif mengajar ngaji maka hadirlah tetangga di samping rumah yang seolah-olah akan menggantikan peran beliau dalam mengajari dan membimbing anak-anak kecil dalam membaca Al-Qur'an. Pelan tapi pasti jumlah anak-anak yang ngaji di tetangga rumah saya semakin hari semakin banyak dan estafet dalam mengajar ngaji kepada anak-anak di lingkungan saya tinggal yang sebelumnya dipegang oleh almarhumah kini sudah diemban oleh orang lain.
Sungguh Allah Swt. sudah memberikan jaminan akan menjaga dan memelihara Al-Qur'an sampai akhir zaman dan salah satu caranya adalah tetap menjaga estafet pengajaran Al-Qur'an dari satu orang ke orang lain, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar